Photo by Andreas Gücklhorn on Unsplash

By: Filda Citra Yusgiantoro, Mayora Bunga Swastika

ASEAN Power Grid (APG) merupakan inisiatif untuk membentuk sistem jaringan terintegrasi di antara negara-negara anggota ASEAN. Tujuannya sebagai sarana mencapai net zero emission dengan memfasilitasi implementasi kebijakan peningkatan kapasitas terpasang energi terbarukan di seluruh negara anggota.

Secara khusus, APG diharapkan mampu membantu implementasi kebijakan untuk mencapai bauran energi terbarukan nasional di negara anggota hingga 35% pada 2025. Kesepakatan kerja sama perdagangan listrik lintas batas negara tersebut ditandatangani dalam ASEAN Ministers on Energy Meeting (AMEM) ke-41 dan ASEAN Energy Business Forum (AEBF) pada 25 Agustus 2023 lalu.

Terdapat 18 potensi interkoneksi lintas batas yang diperkirakan memiliki kapasitas sebesar 33 GW pada tahun 2040, termasuk interkoneksi listrik perbatasan Indonesia-Malaysia. Interkoneksi lintas batas Indonesia-Malaysia ini melibatkan pembangunan jalur transmisi 275 kilovolt yang menghubungkan Sarawak di Malaysia dengan Kalimantan Barat di Indonesia.

Dalam rangka mendukung APG, Indonesia akan memulai proyek Nusantara Grid pada 2025. Proyek ini akan menghubungkan jaringan tenaga listrik di antara pulau-pulau di Indonesia dengan mengoptimalkan energi terbarukan yang ada di seluruh wilayah Indonesia. Panjang jaringan ini terdiri dari 47.723 km transmisi dan 446.908 km untuk distribusi tenaga listrik.

Jaringan nasional ini memungkinkan peningkatan kapasitas terpasang energi terbarukan untuk Indonesia. Selain itu, Indonesia akan menginisiasi pengembangan interkoneksi jaringan tenaga listrik dengan beberapa negara anggota ASEAN, yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Filipina (BIMP).

Sedangkan negara anggota ASEAN lainnya, seperti Malaysia juga telah menyelesaikan perjanjian yang disebut Energy Purchase and Wheeling Agreement (EPWA) dengan Laos dan Thailand. Melalui perjanjian ini, Malaysia dapat mengambil maksimal 100 MW tenaga listrik dari pembangkit listrik tenaga air di Laos dan memanfaatkan jaringan transmisi yang ada di Thailand.

Upaya ini memungkinkan Malaysia untuk ikut berkontribusi dalam meningkatkan proporsi energi terbarukan dalam bauran energi keseluruhan negara. Lebih lanjut, jaringan listrik ini juga disuplai ke Singapura, sehingga proyek ini melibatkan Laos, Thailand, Malaysia, dan Singapura (LTMS).

Namun, untuk membangun jaringan energi listrik terbarukan yang terhubung di wilayah, ASEAN memerlukan dana lebih dari US$200 miliar hingga 2050, dan biaya tersebut hanya untuk transmisi. Sementara itu, pemasangan jalur tegangan tinggi di bawah laut cukup mahal.

Energy Transition Partnership (ETP) telah sepakat dalam berkomitmen dan memberikan donor untuk mendukung APG melalui ASEAN Center for Energy. Kerja sama ini memastikan iklim investasi yang menarik, seperti tingkat pengembalian modal yang diperlukan masing-masing negara anggota ASEAN.

The opinion has been published on KataData.
Check the original article by clicking on this text.

Previous articlePYC-Dato’ Low Tuck Kwong Scholarship for UNITEN Malaysia
Next articleMengapa Indonesia perlu mengkaji ulang penggunaan Amonia dalam upaya transisi energi dari PLTU

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here