Gambar 1 Peserta Knowledge Sharing Series (KSS) ke-3 PYC 2018.
Pada tanggal 26 September 2018, PYC menyelenggarakan Knowledge Sharing Series (KSS) yang ketiga kalinya. Tema utama acara ini adalah “Outlook Kebijakan ESDM untuk Kedaulatan Energi Indonesia”. Acara tersebut bertujuan untuk menjadi ajang diskusi terbuka bagi para praktisi dan akademisi perihal kebijakan di sektor energi dan berbagai dampak yang menyertai. PYC mengundang Dr. Herman Darnel, Prof. Hikmahanto Juwana, dan Dr. Alexander Wibowo sebagai pembicara, serta Dr. Ryad Chairil untuk memimpin diskusi.
Prof. Hikmahanto Juwana menyampaikan topik mengenai pengelolaan kegiatan usaha hulu migas ditinjau dari hukum positif Indonesia. Ia memulai presentasi dengan membicarakan tafsir “dikuasai oleh negara” yang tertulis pada kalimat ke-3 dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan hasil penelitiannya, tidak ditemukan interpretasi apapun mengenai istilah “dikuasai oleh negara”. Interpretasi dari “dikuasai oleh negara” mengindikasikan keterlibatan Negara dan perlu memperhatikan faktor-faktor non-legal seperti tingkat perkembangan ekonomi, kemampuan industri domestik, kebutuhan pemerintah, iklim investasi, dan lain-lain. Selain itu, ia menjelaskan mengenai pengelolaan migas yang berdasar pada Peraturan Nomor 44 Tahun 1960 dan Peraturan Nomor 22 Tahun 2001. Ia mengatakan bahwa akan lebih baik jika bentuk hukum dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) terpisah dari negara. Hal ini dikarenakan secara hukum keberadaan SKK Migas merupakan satuan kerja pemerintah yang membuat negara memiliki kontrak kerja sama langsung dengan pelaku usaha.
Pembicara kedua, Dr. Herman Darnel membahas kedaulatan energi Indonesia dari perspektif kebijakan. Dia menyoroti kebijakan dan strategi jangka panjang sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 yang berisi peningkatan efisiensi dan konservasi energi, memaksimalkan penggunaan energi bersih dan terbarukan, meminimalkan penggunaan bensin, optimalisasi penggunaan gas bumi, batu bara sebagai tulang punggung ketahanan energi, dan tenaga nuklir sebagai pilihan terakhir. Saat ini, kebijakan energi terbarukan yang umum diimplementasikan di Indonesia yakni target pangsa energi terbarukan dengan menetapkan target dalam instrumen nasional dan kebijakan fiskal dengan menerapkan pajak insentif impor dan korporasi. Di tahun 2025, pemerintah menargetkan pangsa energi terbarukan untuk mencapai 23% melalui Peraturan Presiden Nomor 22 pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), meskipun kebijakan fiskal telah ada, ini tidak hanya diterapkan untuk energi terbarukan. Undang-Undang Nomor 30 Tentang Energi dan Kebijakan Energi Nasional (KEN) PP Nomor 79 Tahun 2014 membahas bahwa energi terbarukan harus diprioritaskan dan memenuhi syarat untuk mendapatkan insentif.
Dr. Alexander Wibowo, sebagai pembicara terakhir, menyampaikan hasil observasi perihal dinamika ketahanan energi sektor pertambangan batu bara. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 merupakan titik awal reformasi pengelolaan batu bara. Menurut undang-undang, sistem kontrak kerja diganti dengan sistem kontrak pertambangan. Hal ini mengubah konstelasi nasional, dari sipil menjadi pemegang kekuasaan. Saat ini, tantangan yang dihadapi pemerintah adalah pembentukan Domestic Market Obligation (DMO), di mana pemerintah menetapkan kewajiban perusahaan batu bara untuk menyediakan pasokan untuk pasar dalam negeri. Harga batu bara domestik yang lebih rendah dibandingkan harga pasar internasional membuat perusahaan lebih tertarik untuk menjual batu bara di pasar internasional. Dalam diskusi ini, Dr. Alex mengajak membahas sanksi yang tepat untuk mencegah pelanggaran kewajiban 20% kepada pasar dalam negeri.
Diskusi berjalan secara interaktif dengan banyak pertanyaan beragam yang muncul pada saat diskusi.