Gambar 1 Moderator dan para pembicara (Prof. Ahmad Erani Yustika, Bapak VikraIjas, Bapak Akbar, dan Ibu Ari Sutanti) untuk panel kedua dalam Seminar “Membangun Kemitraan yang Berkelanjutan untuk Mencapai Sustainable Development Goals”.

Pada 25 April 2018, MM Sustainability Universitas Trisakti bekerja sama dengan PTT Exploration and Production (PTTEP), Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), dan Komunitas Tangan Di Atas (TDA) menyelenggarakan sebuah seminar sebagai bagian dari rangkaian acara berjudul “Seminar Membangun Kemitraan yang Berkelanjutan untuk Mencapai Sustainable Development Goals”. Seminar yang diadakan di J.S. Luwansa Hotel Jakarta tersebut bertujuan untuk berbagi implementasi Sustainable Development Goals dalam berbagai sektor seperti industri minyak dan gas, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), serta Badan Usaha Sosial di Indonesia. Bapak Afiat Djajanegara sebagai perwakilan PTTEP menyampaikan sambutan untuk membuka seminar. PTTEP adalah Perusahaan Minyak dan Gas Thailand yang telah beroperasi selama 30 tahun di 10 negara. Di Indonesia sendiri, PTTEP mengawali eksplorasi minyak dan gas di tahun 2010. Sebagai pendatang baru, mereka menyadari pentingnya membangun hubungan yang sehat antara pemerintah, sektor swasta, serta LSM. Oleh karena itu, acara serupa akan dilaksanakan di empat kota lainnya, Makassar, Palembang, Medan, dan Surabaya, sehingga kemitraan antara pemerintah, swasta, dan LSM semakin erat dan memberikan hasil positif bagi masyarakat. 

Sesi pembukaan kemudian dilanjutkan dengan dua sesi panel. Pada sesi panel pertama, empat pembicara diundang untuk membahas implementasi tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility (CSR)). Para pembicara yakni Bapak Jalal sebagai Ketua CSRI, Bapak Afiat Djajanegara sebagai perwakilan PTTEP, Bapak Yuli Pujinardi dari organisasi Dompet Dhuafa, dan terakhir Ibu Esti Nalurani sebagai perwakilan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). Dalam 5 hingga 10 tahun terakhir, terdapat perubahan signifikan dalam hubungan antara industri dan LSM, khususnya perusahaan-perusahaan besar. Di tahun 2007, pemerintah Indonesia memperkenalkan peraturan baru berkaitan dengan perseroan terbatas (PT) dan juga perihal penanaman modal. Dinyatakan bahwa setiap industri di Indonesia harus memberikan kontribusi bagi pembangunan sosial melalui CSR. Bapak Jalal mengatakan bahwa hal biasa bagi industri dan LSM memiliki hubungan yang bertentangan, dimana LSM berusaha melindungi kepentingan umum. Di sisi lain, industri memiliki target keuangan untuk dicapai. Peraturan baru di tahun 2007 mendorong kedua sektor tersebut untuk membangun kemitraan dalam proyek CSR untuk mendukung SDG. Alasan mengapa baik sektor swasta maupun LSM harus bekerja sama dalam melaksanakan CSR adalah karena mereka membutuhkan satu sama lain. Sektor swasta tidak selalu memiliki sumber daya manusia yang memadai untuk meneliti CSR seperti apa yang perlu mereka lakukan dalam rangka memenuhi target CSR. Penting untuk memahami kondisi sosial sebelum menarik kesimpulan perihal CSR yang perlu dilaksanakan. LSM sebagai organisasi sosial memiliki pengalaman lebih baik dalam memahami kebutuhan sosial dibandingkan sektor swasta. Bapak Afiat menambahkan pentingnya bagi perusahaan untuk memilih LSM yang tepat untuk membantu mereka tidak hanya dalam merencanakan CSR tetapi juga mengelola keuangan. Untuk LSM seperti Dompet Dhuafa, kredibilitas dan profesionalisme LSM adalah dua hal yang sangat penting bagi perusahaan dalam memilih mitra CSR. Dompet Dhuafa adalah salah satu LSM terkemuka di Indonesia yang telah berkecimpung di bidang sosial selama lebih dari 24 tahun, menyoroti pentingnya transparansi keuangan dan kesesuaian program. Program CSR yang tepat akan mengarahkan perusahaan untuk memiliki Izin Sosial untuk Beroperasi (SLO). Izin Sosial bagaimanapun juga akan menjamin keuntungan bisnis serta aktivitas di sekitar masyarakat dan bahkan lebih luas lagi. Jika kita menelusuri akar kemiskinan, biasanya mengarah pada kurangnya pengetahuan. Pengetahuan tidak selalu identik dengan pendidikan, bisa juga berarti pemahaman tentang bagaimana meningkatkan kualitas hidup, bagaimana memulai usaha untuk menambah penghasilan, dan juga memahami pentingnya pendidikan bagi generasi penerus. Meskipun salah satu produk CSR yang paling digemari adalah membangun prasarana pendidikan, namun tanpa tenaga pendidik, hal tersebut tidak akan banyak berpengaruh bagi masyarakat. Perlu adanya keterlibatan masyarakat seperti pelatihan agar mereka dapat lebih mandiri dalam memelihara kesinambungan untuk menjaga keberlanjutan program CSR.

Sesi panel terakhir mengundang empat pembicara, Prof. Ahmad Erani Yustika dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Bapak Akbar sebagai perwakilan organisasi Telapak, Ibu Ari Sutanti dari British Council, dan yang terakhir adalah Bapak Vikra Ijas sebagai Chief Product Officer di Kitabisa.com. Pada panel ini, topik mengenai kewirausahaan sosial dibahas untuk memperkenalkan bagaimana wirausaha sosial beradaptasi dengan masyarakat khususnya di Indonesia. Sering kali, orang tidak menganggap desa sebagai bagian penting dari masa depan negara. Namun, Prof. Ahmad Erani menyampaikan beberapa poin penting yang menjadikan desa sebagai salah satu aspek paling potensial dalam pembangunan bangsa ke depan. Pertama, aspek terpenting dari pembangunan bukanlah ekonomi, yang terletak di atas platform sosial yang kuat. Sebagai contoh, komunitas sosial seperti kitabisa.com secara ekonomi tidak mampu mencapai tujuan mereka, tetapi dukungan sosial memungkinkan hal tersebut. Penduduk desa terkenal akan hubungan solid di dalam komunitas mereka; kesediaan untuk berbagi dan membantu satu sama lain tidak diragukan lagi. Kedua, sumber daya alam sebagai investasi ekonomi sebagian besar berada di pedesaan. Saat ini, persentase penduduk antara desa dan kota kurang lebih sama, sekitar 50:50. Namun, jika di tahun 2050, rencana pembangunan nasional belum mempertimbangkan desa sebagai salah satu sektor yang paling strategis dan prioritas untuk dikembangkan, urbanisasi akan menjadi tidak terkendali dan persentase penduduk di kota dan desa bisa lebih dari 70:30. Keterbatasan wilayah tersebut akan menimbulkan konflik sosial yang parah seperti kriminalitas, rasisme dan tingginya angka pengangguran yang akan melemahkan stabilitas dan pembangunan nasional. Salah satu masalah utama pembangunan warga desa adalah akses literatur untuk menambah pengetahuan mereka dan telah dikatakan sebelumnya bahwa kurangnya pengetahuan adalah akar dari kemiskinan, sehingga sebenarnya terdapat hikmah antara program sosial dengan pembangunan nasional.

Saat ini, pemerintah berupaya mendorong pembangunan ekonomi desa melalui Program Unggulan Kawasan Pedesaan (Prukades). Prukades akan memungkinkan kolaborasi antara 5 hingga 10 desa untuk menciptakan bisnis mereka sendiri berdasarkan komoditas yang paling banyak diperdagangkan di desa. Program ini bertujuan untuk menghilangkan keterbatasan desa dengan memperkenalkan manfaat kolaborasi daripada kompetisi. Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan sosial berkembang pesat di Indonesia. Perusahaan sosial sendiri diartikan oleh Ibu Ari Sutanti sebagai program bisnis untuk menyelesaikan masalah sosial, masalah ekonomi, bahkan masalah lingkungan. Ciri perusahaan di Indonesia terletak pada masyarakatnya, serupa dengan ciri perusahaan sosial di Inggris. Berdasarkan karakteristik tersebut, masyarakat memiliki kemauan yang kuat untuk saling membantu sehingga banyak dari mereka yang mencoba untuk belajar tentang perusahaan sosial. Berbeda dengan negara lain, di Amerika Serikat perusahaan sosial atau wirausaha sosial harus mengunjungi komunitas untuk membantu mereka. Berdasarkan penelitian British Council, wirausaha sosial Indonesia telah berkontribusi di 17 sektor SDS secara mandiri. Banyak generasi muda yang mulai membangun wirausaha sosialnya sebagai pengabdian sosial baik di tingkat lokal maupun nasional. Perspektif serupa datang dari British Council dan pemerintah. Masyarakat Indonesia memiliki cara unik untuk menyelesaikan masalah mereka. Komunitas-komunitas di Indonesia cenderung proaktif dalam mencari solusi dibandingkan menunggu bantuan. Bapak Vikra sebagai salah satu pendiri platform crowdfunding ternama di Indonesia, Kitabisa.com juga mengingatkan bahwa proyeksi dampak jangka panjang diperlukan dalam membuat rencana bisnis. SDG memastikan bahwa semua yang kita lakukan hari ini tidak akan mengabaikan pentingnya keberlanjutan. Apa pun target yang harus kita capai, hal tersebut harus berdampak positif dalam jangka pendek dan jangka panjang.

 
 
 
 
Berita sebelumyaGrand Seminar OCEANO 2018 “Sustainable Development for the Indonesian Seas”
Artikulli tjetërPertandingan Persahabatan Sepak Bola antara PYC dengan Universitas Pelita Harapan (UPH)

BERIKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini