Gambar 1. Prof. Purnomo Yusgiantoro selaku pembicara kunci pada Seminar Nasional Teknologi Energi Terbarukan Guna Ketahanan Nasional
Pada tanggal 2 Maret 2019, Politeknik Negeri Semarang (Polines) menyelenggarakan seminar nasional tentang Teknologi Energi Terbarukan Guna Ketahanan Nasional di Auditorium Polines. Sebagai mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sekaligus mantan Menteri Pertahanan, Prof. Purnomo Yusgiantoro diundang untuk memberikan ceramah kunci pada seminar tersebut. Perlu pemahaman atas konsep ketahanan energi guna menyokong kemandirian energi terlebih dahulu sebelum melompat ke konsep yang lebih rumit seperti ketahanan nasional. Ketahanan energi tidak akan berlangsung lama tanpa memperhatikan empat hal yang diangkat oleh Universitas Pertahanan, yaitu Ketersediaan, Aksesibilitas, Keterjangkauan, dan Penerimaan. Sebagai pernyataan penutup, Prof. Purnomo Yusgiantoro memaparkan beberapa analisis SWOT pengembangan energi terbarukan di Indonesia.
Dalam ceramahnya, Prof. Purnomo menjelaskan definisi energi baru dan terbarukan. Prof. Purnomo menyampaikan konsep ketahanan energi dan menerangkan perbedaan antara ketahanan nasional dan ketahanan energi. Ketahanan nasional adalah kemampuan bangsa untuk merespon dinamika perubahan baik dari dalam maupun dari luar. Beberapa aspek mendukung ketahanan nasional, salah satunya adalah ketahanan energi. Ketahanan energi akan menyokong ketahanan nasional, namun tidak sebaliknya.
Ada empat aspek penting yang harus dipenuhi guna mencapai ketahanan energi, yang disebut dengan 4A (Availability, Accessibility, Affordability, dan Acceptability). Availability (ketersediaan) adalah kemampuan untuk menjamin keberlanjutan pasokan energi, Accessibility (aksesibilitas atau infrastruktur) adalah kemampuan untuk mengakses energi dengan mudah, Affordability (keterjangkauan) adalah kemampuan untuk dibeli dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat, dan yang terakhir adalah Acceptability (penerimaan), atau kemampuan untuk diterima sepenuhnya oleh masyarakat. Selanjutnya 4A akan mengarah kepada energi berkelanjutan dan menciptakan kemandirian energi. Selain itu, Prof. Purnomo menampilkan matriks SWOT peranan teknologi dalam energi terbarukan.
Dalam sesi pleno, pembicara pertama adalah Dr. As Natio. Dr. As Natio memperkenalkan berbagai macam teknologi energi terbaru kan berikut potensinya di Indonesia. Dr. As Natio menyebutkan bahwa walaupun Indonesia memiliki potensi untuk energi terbarukan, potensi tersebut masih perlu digali. Salah satu hambatan dalam mengembangkan energi terbarukan di Indonesia adalah kurangnya teknologi dan tenaga ahli di bidang-bidang terkait.
Berikutnya, Ricky Elson selaku pembicara kedua menjelaskan urgensi penguasaan teknologi energi terbarukan. Ricky Elson menggarisbawahi bahwa untuk mendorong penelitian energi terbarukan, masyarakat dapat menggunakan beberapa peralatan dasar dan murah seperti kayu yang dikembangkan menjadi kincir angin. Yang terpenting adalah memiliki motivasi yang kuat dan tekad untuk belajar dan memaksimalkan penggunaan sumber daya di sekeliling mereka.
Salah satu peneliti PYC, Massita Ayu Cindy, turut menjadi pembicara dalam sesi diskusi panel. Massita Ayu memaparkan kondisi terkini pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Massita Ayu memulai dengan peraturan-peraturan terkait seperti Undang-Undang Energi No. 30/2007 hingga Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) pada Peraturan Presiden No. 22/2017. Kemudian, Massita Ayu mempresentasikan perkembangan terakhir pengembangan energi terbarukan dibandingkan dengan kapasitas potensialnya sekaligus bauran energi nasional terbaru yang menunjukkan bahwa pemerintah masih perlu bekerja keras untuk mencapai target energi terbarukan dalam bauran energi nasional tahun 2025. Pada akhirnya, Massita Ayu menyampaikan tantangan dan rekomendasi untuk Indonesia dalam mengembangkan energi terbarukan berdasarkan penelitian PYC.