Gambar 1 Anggota Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas (IKAL) Kursus Reguler Angkatan (KRA) 25/1992
Seminar nasional ini diselenggarakan atas kerjasama Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas (IKAL) Kursus Reguler Angkatan (KRA) 25/1992, Kementerian Perindustrian Republik Indonesia dan Purnomo Yusgiantoro Center (PYC). Acara dilaksanakan di Kementerian Perindustrian Indonesia pada tanggal 25 September 2017. Tema pokok seminar ini adalah “Analisis Ancaman dalam Kehidupan Nasional Indonesia Perspektif Ketahanan Nasional Fokus Aspek Sektor Riil, Sektor Fiskal dan Moneter”. Ini adalah seminar ketiga yang diadakan sebagai bagian dari peringatan hari jadi IKAL KRA 25/1992. Tujuan utama seminar adalah untuk menyampaikan berbagai pertimbangan atau masukan penting kepada Pemerintah Indonesia dalam proses pembuatan kebijakan mereka.
Pidato pembuka disampaikan oleh Menteri Perindustrian Indonesia, Bapak Airlangga Hartarto. Bapak Hartarto memberikan presentasi yang sangat menarik tentang “Peran Sektor Riil dalam Ketahanan Ekonomi Nasional”. Ia menyatakan bahwa PDB Indonesia berada pada peringkat ke-16 dalam G20, sementara menurut International Yearbook of Industrial Statistics 2017 Organisasi Pengembangan Industri Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNIDO) nilai tambah pasar (MVA) Indonesia menempati peringkat ke-9 dengan jumlah US$225.673.800.000 atau 1,8% dari total seluruh dunia, setara dengan Brasil dan Inggris.
Pada kuartal kedua tahun 2017, perindustrian Indonesia memiliki kinerja yang kuat dengan pertumbuhan yang meningkat di semua sektor hingga mencapai sasaran Kementerian untuk tahun ini. Kinerja sektor-sektor perindustrian berkontribusi secara signifikan terhadap PDB Indonesia, dengan industri pengolahan menyumbang sebesar 20,26% (kuartal II 2017). Bapak Hartarto juga menyoroti bahwa berdasarkan Peringkat MVA Global, Indonesia saat ini berada di antara 10 produsen terbesar di dunia dan menduduki peringkat pertama di ASEAN. Bapak Hartarto menyatakan bahwa Kementerian mendukung rencana ambisius Bapak Jokowi untuk mengembangkan perindustrian Indonesia tidak hanya di Jawa tetapi di seluruh Indonesia sebagai bangsa yang utuh. Terlepas dari hasil-hasil positif dalam sektor industri tersebut, Bapak Hartarto menyebutkan tiga tantangan utama yang dihadapi Indonesia saat ini, yaitu (1) penciptaan lapangan kerja, (2) konsep ekonomi berbasis digital, dan (3) revolusi industri yang bergantung pada sistem robotik.
Gambar 2 Konferensi pers bersama Menteri Perindustrian Bapak Airlangga Hartarto dan Prof. Purnomo Yusgiantoro
Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, Kementerian Perindustrian telah mendiskusikan rencana untuk menunjang sekolah-sekolah menengah kejuruan yang memiliki program yang berfokus pada kemajuan industri modern Indonesia. Para lulusan tidak hanya menerima ijazah tetapi juga akan menerima sertifikat akreditasi kelulusan dan untuk kemampuan berbahasa Inggris mereka. Dengan cara ini, diharapkan bahwa para lulusan mendapatkan pekerjaan dalam waktu kurang dari tiga bulan.
Setelah pidato Bapak Hartarto, seminar dilanjutkan dengan diskusi panel. Seminar ini mengundang ahli-ahli ekonomi selaku pembicara. Para pembicara adalah Dr. Paul Soetopo, Prof. Rhenald Kasali, Dr. Hartadi A. Sarwono, dan Prof. Roy Sembel. Seminar ini juga diikuti oleh respon dari Ir. Elwani Anwar, Dr. I. Soepomo, Prof. Dorodjatun Kuntjoro, dan Dr. Pratolo Priyambodo.
Gambar 3 Para panelis di atas panggung. Kiri ke kanan: Prof. Roy Sembel (Dekan IPMI International Business School), Dr. Hartadi A. Sarwono (Komisaris Bank Negara Indonesia 1946), Prof. Rhenald Kasali (Profesor Ilmu Manajemen Universitas Indonesia), Dr. Paul Soetopo (Penasihat Senior Universitas Pelita Harapan, Institute for Economic Analysis of Lawa nd Policy) dan Moderator
Seminar ditutup dengan kesimpulan singkat yang disampaikan oleh Dr. Chatib Basri. Sebagai kesimpulan, ia menyatakan bahwa Indonesia sebagai salah satu negara pasar berkembang akan mengikuti jejak negara pasar berkembang lainnya untuk mendominasi 10 besar ekonomi dunia di tahun 2050 (PDB KKB). Menurut laporan IMF tahun 2016 dan proyeksi PWC untuk tahun 2050, Indonesia akan berada di peringkat ke-4. Ia menutup dengan lima poin utama agar Indonesia masuk 5 Besar Dunia di tahun 2050: (1) sumber pendanaan dengan prinsip kehati-hatian, (2) kebijakan yang dapat disesuaikan/fleksibel, (3) pertumbuhan inklusif, (4) memperhatikan dampak neraca pembayaran terhadap penanaman modal asing dan sektor-sektor berorientasi ekspor, dan (5) mengembangkan kualitas sumber daya manusia.