Sektor energi di Indonesia berada pada titik kritis yang menuntut reformasi mendalam untuk menjawab tantangan kebutuhan energi yang terus meningkat, ketahanan energi, dan tuntutan akan keberlanjutan. Sebagai negara berpopulasi terbesar keempat di dunia dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia menghadapi pertumbuhan permintaan energi yang signifikan seiring dengan laju perkembangan ekonomi dan pertumbuhan populasi yang pesat. Namun, sektor energi nasional saat ini masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak, dan gas bumi, yang mendominasi bauran energi nasional. Ketergantungan ini tidak hanya menimbulkan risiko ketahanan energi, tetapi juga menyulitkan pencapaian komitmen lingkungan, termasuk pengurangan emisi gas rumah kaca (Greenhouse Gases, GHG) sesuai target Perjanjian Paris.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan target ambisius dalam upaya transisi energi, yaitu mencapai 23% dari bauran energi nasional berasal dari energi terbarukan pada tahun 2025, 31% pada tahun 2030, dan 50% pada tahun 2050. Namun, realisasi energi terbarukan pada bauran energi nasional tahun 2023 baru mencapai sekitar 13.09%, menunjukkan bahwa masih banyak tantangan yang perlu diatasi untuk mencapai target-target ini.
Belum tercapainya target-target menunjukkan masih terdapat banyak tantangan yang perlu diatasi. Tantangan ini termasuk kendala kebijakan, ketidakpastian regulasi, keterbatasan infrastruktur, struktur pasar yang tidak kompetitif, serta kurangnya kapasitas teknis dan tenaga kerja yang terampil di sektor energi terbarukan. Tim Peneliti Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) memetakan tujuh pilar tantangan yang harus menjadi landasan bagi reformasi sektor energi di Indonesia.
Unduh dan baca hasil kajian lengkapnya dalam Report “Reformasi Sektor Energi Indonesia : Mendukung Transisi Energi dalam rangka Meningkatkan Ketahanan Energi dan Ekonomi”
ISBN (Print): 978-623-95810-7-7
ISBN (PDF): 978-623-95810-8-4
DOI: https://doi.org/10.33116/pyc-r-1